A. Endometritis
1.
Pengertian
a.
Endometritis adalah suatu
peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan
(Ben-zion Tuber, 1994).
b.
Endometritis adalah infeksi
pada endometrium atau yang disebut lapisan dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida
Bagus, ).
c.
Endometritis adalah infeksi
pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B. G., 1998).-
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah
melahirkan.
d.
Endometritis adalah infeksi
atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan
parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric
endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric
pendahulunya dalam populasi.
e.
Endometritis dapat juga
terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus,
retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang
sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan
untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
2.
Tipe
Endometritis
b.
Endometritis sinsitial (peradangan dinding
rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan
trofoblas yang banyak)
c.
Endometritis
tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)
3.
Etiologi
Macam jalan
kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar),
autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan
lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
a. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
b. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen,
infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan
dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi
umum.
c. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung
kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium.Kuman
inimerupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob,
jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah
sakit.
Endometritis sering ditemukan
pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat
koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama.Penyebab lainnya dari
endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah
abortus dan melahirkan.
Menurut
Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
a.
Waktu persalinan lama,
terutama disertai pecahnya ketuban.
b.
Pecahnya ketuban berlangsung
lama.
c.
Adanya pemeriksaan vagina selama
persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
d.
Teknik aseptik tidak dipatuhi.
e.
Manipulasi intrauterus
(pengangkatan plasenta secara manual).
f.
Trauma jaringan yang luas/luka
terbuka.
g.
Kelahiran secara bedah.
h.
Retensi fragmen
plasenta/membran amnion.
Miroorganisme
yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus, Brucella sp.,
Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh
bakteri oportunistik spesifik seperti
Corynebacterium pyogenes, Eschericia
coli dan Fusobacterium necrophorum
.Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran kembar , serta
kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.
4.
Faktor Predisposisi
a. Aborsi
b. Kelahiran kembar
c. Kerusakan jalan lahir
d. Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan
involusi pasca persalinan menjadi menurun
e. Adanya korpus luteun persisten.
f. Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dengan
persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya endometritis pada tersalinan
pervaginam relatif jarang.Bila persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu
pada ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama dan pemeriksaan dalam
berulang, maka kejadian endometritis akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila
terjadi korioamniotis intrapartum, maka kejadian endometritis akan lebih tinggi
yaitu mencapai 13%.
g. Persalinan SC
SC merupakan faktor
predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan status
sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah
lamanya proses persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan
pemakaian alat monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america college of obsetricians
andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis pada
tindakan secsio caesarea.
5.
Tanda dan Gejala Endometritis
Tanda dan gejala endometritis
antara lain
:
a. Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung
pada keparahan infeksi.
b. Takikardia
c. Menggigil dengan infeksi berat
d. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
e. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
f. Subinvolusi
g. Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
h. Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium
fisiologis
i.
Perdarahan pervaginam
j.
Shock sepsis maupun hemoragik
k. Abdomen distensi atau pembengkakan.
l.
Abnormal pendarahan vagina
m. Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
n. Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)
6.
Klasifikasi
Endometritis
Menurut Wiknjosastro (2002),
a. Endometritis akuta
Terutama
terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post partum
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post
partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum
terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada
endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit
berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial.Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus
septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui
pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan
ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya.Gejala-gejala endometritis akut dalam hal
ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya.Penderita
panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus
serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain
endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD
(intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung
dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut
tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis
akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya
dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid.Dalam pengobatan endometritis akuta
yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
1)
Demam
2)
Lochea berbau : pada
endometritis post abortum kadang-kadang keluar lochea yang purulent.
3)
Lochea lama berdarah malahan
terjadi metrorrhagi.
4)
Kalau radang tidak menjalar ke
parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Penatalaksanaan :
1)
Dalam pengobatan endometritis
akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Terapi :
1)
Uterotonika.
2)
Istirahat, letak fowler.
3)
Antibiotika.
4)
Endometritis senilis perlu
dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi estrogen.
b. Endometritis kronika
Radang ini jarang dijumpai , namun
biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi
pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis
kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal
dan meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh
adanya sel-sel plasma pada stroma.Penyebab yang paling umum adalah Penyakit
Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis
kronis sebelumnya mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau
kanker endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang
kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid
seperti menorhagia dan metrorhagia.Pengobatan
tergantung dari penyebabnya.
Endometritis
kronis ditemukan:
a.
Pada tuberkulosis.
b.
Jika tertinggal sisa-sisa
abortus atau partus.
c.
Jika terdapat korpus alineum
di kavum uteri.
d.
Pada polip uterus dengan
infeksi.
e.
Pada tumor ganas uterus.
f.
Pada salpingo – oofaritis dan
selulitis pelvik.
Endometritis
tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital.Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang
meradang menahun.
Pada abortus
inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili
korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium
Pada partus
dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa
yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis
kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing
atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a.
Flour albus yang keluar dari
ostium.
b.
Kelainan haid seperti
metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi :
a.
Perlu dilakukan kuretase.
Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi
endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin
suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri
yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat
implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan.bakteri yang
berkoloni diserviks akan dan vagina akan
menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka
dengan diameter kurang lebih 4 cm dengan
permukaan luka berbenjol–benjol karena
banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik
untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen
Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi
selain infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.
7.
Gambaran
Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang
lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa
kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi
cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang
lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik
dari endometritis:
1.
Nyeri abdomen bagian bawah.
2.
Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3.
Kadang terjadi pendarahan.
4.
Dapat terjadi penyebaran :
a.
Miometritis
b.
Parametritis
c.
Salpingitis
d. Ooforitis
e.
Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses. (Manuaba, I. B. G., 1998)
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
1.
Takikardi 100-140 bpm.
2.
Suhu 30 – 40ᵒ celcius.
3.
Menggigil.
4.
Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5.
Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6.
Sub involusi.
7.
Distensi abdomen.
8.
Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah
seropurulen.
9.
Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10.
Jumlah sel darah putih meningkat
8.
Komplikasi
Komplikasi yang
potensial dari endometritis adalah sebagai berikut:
a.
Luka infeksi. Infeksi luka biasanya
terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap meskipun pasien
mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi,
dan drainase insisi
b.
Karena peritonitis. Peritonitis pasca sesar
mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya tidak
terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan.
Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke
peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya
peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus, sebaiknya
diterapi secara bedah .
c.
Parametrial phlegmon. Pada sebagian wanita yang
mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis parametrium yang intensif.
Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang disebut flegmon, di dalam
lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan kandung kemih
yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat meluas
ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika
demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk
endomiometritis pasca sesar.
d.
Panggul abses. Flegmon parametrium dapat
mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang fluktuatif. Jika
abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat dilakukan
drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed tomography, kolpotami,
atau melalui abdomen, bergantung pada
lokasi abses.
e.
Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus. Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang
melahirkan sesar adalah terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai
perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi
fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada wanita dengan
demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang
terinfeksi.
f.
Septik panggul thrombophlebitis. Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi
uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai
vena-vena di ovarium.
9.
Penatalaksanaan
a.
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga
pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan
petunjuk untuk terapi antibiotik.
b.
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi
makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.
c.
Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus
atau post partum.
d.
Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
e.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan
plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai
sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase
perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi
bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium
dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal
ginjal)
B. Peritonitis
1.
Pengertian
Peritonitis adalah peradangan
yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum).
Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis,
perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
pascaoperasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen (Way. L, 1998).
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri
secara inokulasi (ringan). Kontaminasi yang terus menerus oleh bakteri yang virulen,
penurunan resistensi,
dan adanya benda asing atau enzim
pencernaan aktif merupakan faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya peritonitis (Schrock, 2000).
2.
Penyebab Peritonitis
Peritonitis
biasanya disebabkan oleh :
1.
Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
2.
Setelah suatu pembedahan.
3.
Iritasi tanpa infeksi.
4.
Perforasi gaster/ ulkus peptikum
5.
Lifestyle (pola makan, stress dan merokok)
Perforasi
gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi
gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi,
dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah
akibat ulkus peptik lambung dan duodenum.Perforasi dapat terjadi di rongga
abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
3.
Etiologi Penyakit Peritonitis
a.
Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan
iskemia
b.
Spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi
syok dan stress ulcer
c.
Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan
steroid terutama pada pasien usia lanjut.
d.
Adanya faktor predisposisi termasuk ulkus peptic
e.
Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau
limfoma
f.
Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat
menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi
intraabdomen, peritonitis, dan sepsis (Pieter, 2004)
g.
Obat-obatan, merokok dan pola makan yang tidak
sehat
Penelitian di RS Hasan Sadikin
Bandung sejak akhir tahun 2006 terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di
antaranya adalah pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak
18 orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien yang paling
lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun.Frekuensi tersering mengonsumsi
jamu adalah seminggu tiga kali.Namun jamu yang mereka konsumsi adalah jamu plus
obat kimia atau yang sering dikenal dengan jamu oplosan.Dari uji laboratorium,
ternyata jamu tersebut mengandung bahan kimia.Sebagian besar zat kimia tersebut
merupakan golongan obat yang bersifat antiperadangan dan antinyeri
(anti-inflamasi) nonsteroid (NSAID) di antaranya fenilbutazon, antalgin, dan
natrium diclofenac, serta golongan obat anti-inflamasi steroid di antaranya
deksametosan dan prednisone (Hermana, 2007). Minuman bersoda, makanan yang
berbumbu tajam, merokok dan stress secara fisiologis juga dapat meningkatkan
produksi asam lambung yang dapat memperparah terjadinya borok pada peritonitis.
4.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, lambung
relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam
intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal
memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri
setelah perforasi gaster.Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah
gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster.Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat
peritonitis kimia yang dalam.Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan
mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis
bakterial.Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel
inflamasi akut.Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat
inflamasi, membentuk flegmon. Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi
pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari
granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya
lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak
diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat
terjadi.
5.
Tanda dan Gejala
Perforasi gaster akan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan
hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan
di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu atau
enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi
bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.Adanya nyeri di bahu
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi
peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati
bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma.Peristaltis usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi
peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita
bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan.
6.
Penatalaksanaan
Penderita
yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik,
dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan
terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhirketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masanifas berlangsung selama kira-kira enam minggu (Buku
Acuan NasionalPelayanan Kesehatan Maternal dan Ne'bnatal, 2001:122).
Infeksi masa nifas adalah semua
peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital
pada waktu persalinan dan nifas. Demam nifas atau morbiditas puerperalis
meliputi demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Committee on
Maternal Welfare, morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 380 C
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, dengan mengecualikan
hari pertama.
Jenis infeksi yang paling sering ialah
endometritis. Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Kuman-kuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu
singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.
Endometritis ini terjadi karena karena
kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal personal higiene dan merawat luka perineum. Padahal
infeksi ini dalam jangka pendek dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kesuburan dan dalam jangka panjang menggannggu sistem reproduksi karena
perubahan saluran reproduksi. Pengobatan dan penanganan yang tepat sangat
dibutuhkan dalam kasus endometritis.
1. Peritonitis
a. Pengertian
Peritonitis adalah
peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi
organ-organ dalam. Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya
endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan
salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
b. Gambaran
klinis
Peritonitis umum adalah
berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen. Perut kembung, meteorismus
dan dapat terjadi paralitik ileus. Suhu badan tinggi, nadi cepat dan kecil,
perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata cekung yang disebut
muka hipokrates. Diagnosa dibantu dengn pemeriksaan laboratorium,perut kembung
dan nyeri, ada defense musculaire.
c. Pengobatan
Peritonitis berpotensi
mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.
Penderita memerlukan pembedahan untuk menghilangkan sumber infeksi, seperti
radang usus buntu, atau untuk memperbaiki robekan pada dinding gastrointestinal
atau saluran bilier. Diberikan juga antibiotik, O2, cairan infus.
Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
B.
Saran
Adapun saran yang
kiranya dapat anda kemukakan sebagai bahan untuk lebih meningkatkan efektifitas
dan sempurnanya makalh ini. Tentu saja masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin,
A. 2002. Buku Panduan PraktisPelayananKesehatanMaternal danNeonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Harjo
0 komentar:
Posting Komentar