Senin, 21 Oktober 2013

Thalassemia


2.1  Pengertian Thalassemia
Thalasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Jika sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun. (Wikipedia)

2.2  Penyebab Thalassemia
Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Seseorang memiliki gen yang berasal dari gen kedua orangtuanya. Bila salah satu orangtuanya memiliki gen cacat (thalassemia) sementara orangtua yang lain sehat, anaknya akan tetap sehat dan hanya mungkin menjadi pembawa (tidak memiliki gejala-gejala thalassemia yang berat). Sementara itu, bila kedua orangtuanya memiliki gen cacat, anaknya berpotensi menderita thalassemia mayor. Gen cacat inilah yang dapat menyebabkan kegagalan pembentukan rantai asam amino pada hemoglobin.
       
Apabila seseorang memiliki 1 gen cacat yang menyebabkan kegagalan 1 rantai asam amino beta, ia hanya menderita anemia ringan sampai sedang yang tidak menimbulkan gejala. Sementara itu, orang yang memiliki 2 gen cacat dapat menderita anemia berat disertai gejala-gejala thalassemia.

2.3  Klasifikasi Talasemia
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.
a)      Talasemia alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis
Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.
b)     Talasemia beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos
Mutasi talasemia dan resistensi terhadap malaria
Walaupun sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia.


Uji talasemia pra-kelahiran
Wanita hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk melihat apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji ini dapat dilakukan di Yayasan Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.

2.4  Gejala Thalassemia
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Kompensasi anemia tahap berikutnya dilaksanakan oleh hati dan limpa yang turut membantu membuat sel darah merah. Akibatnya, pada dua organ tersebut turut terjadi pembesaran.
Gagal jantung juga bisa disebabkan karena seringnya transfusi. Pada transfusi berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.


2.5  Mendiagnosa Thalassemia
Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Gejala utama thalassemia adalah anemia. Oleh karena itu, hitung jenis darah komplit dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume) dapat membantu diagnosa thalassemia.
Elektroforesa bisa membantu, terutama untuk alfa-thalassemia (walau tidak terlalu membantu). Karena thalassemia merupakan penyakit keturunan, diagnosis lain yang bermanfaat adalah berdasarkan pada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.

2.6  Cara Mengobati Thalassemia
Sayangnya, hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan pasien dengan thalassemia. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan Hb-nya di atas 10g/dl, agar aktivitasnya normal dan dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Akan tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan penimbunan zat besi pada organ-organ tubuh yang penting (jantung, hati, otak) dan dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk pencegahan penimbunan zat besi tersebut dapat digunakan dengan memberikan su(Desferal) melalui alat pompa (syringe drive) selama 10 sampai 15 jam, 5 hari berturut-turut dalam seminggu sehingga zat besi dapat dikeluarkan dari jaringan tubuh. Tetapi sayangnya obat ini masih sangat mahal harganya dan tidak semua orangtua mampu membelinya.
Penderita yang menjalani transfusi juga harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamide) untuk mencegah penimbunan zat besi yang lebih parah.
Pada penderita thalassemia yang sangat berat dapat diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Dalam hal ini diperlukan donor yang cocok (donor biasanya saudara kembar atau saudara kandung penderita), dan sebaiknya dilakukan sedini mungkin sejak kecil, yakni ketika anak belum banyak mendapat transfusi darah, karena semakin sering transfusi semakin besar kemungkinan untuk terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor. Sayangnya, di Indonesia tindakan ini masih dalam tahap permulaan.
Bila terjadi aktivitas limpa berlebihan, dapat dilakukan pengangkatan limpa. Aktivitas limpa yang berlebihan dapat menghancurkan juga sel darah yang normal, akibatnya Hb penderita cepat turun. Hal ini lebih sering terjadi pada anak yang mendapat transfusi lebih dari satu kali dalam satu bulan.

2.7  Pencegahan Dan Pengobatan Thalassemia
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Thalassemia adalah sekelompok gejala atau penyakit keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan utama darah.
Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Seluruh sel darah tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alfa dan 2 rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia.

3.2  Saran
· Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang Hematologi pada bayi mengenai Thalassemia
·       Diharapkan bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami bagaimana penanganan thalassemia bagi bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Anupam Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers Medical Publisher
Robert S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical practice: a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional.

0 komentar:

Posting Komentar

 

♥... Firly's Blog... ♥ | Designed by www.rindastemplates.com | Layout by Digi Scrap Kits | Author by Your Name :)