2.1 Pengertian Thalassemia
Thalasemia
merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit
keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia
membawa gen penyakit ini. Jika sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat
adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25%
kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun. (Wikipedia)
2.2 Penyebab Thalassemia
Thalassemia
adalah penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif.
Seseorang memiliki gen yang berasal dari gen kedua orangtuanya. Bila salah satu
orangtuanya memiliki gen cacat (thalassemia) sementara orangtua yang
lain sehat, anaknya akan tetap sehat dan hanya mungkin menjadi pembawa (tidak
memiliki gejala-gejala thalassemia yang berat). Sementara itu, bila kedua
orangtuanya memiliki gen cacat, anaknya berpotensi menderita thalassemia mayor.
Gen cacat inilah yang dapat menyebabkan kegagalan pembentukan rantai asam amino
pada hemoglobin.
Apabila
seseorang memiliki 1 gen cacat yang menyebabkan kegagalan 1 rantai asam amino
beta, ia hanya menderita anemia ringan sampai sedang yang tidak menimbulkan
gejala. Sementara itu, orang yang memiliki 2 gen cacat dapat menderita anemia
berat disertai gejala-gejala thalassemia.
2.3 Klasifikasi Talasemia
Pada
talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai
globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin
ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan
menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi
tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta,
dan delta.
a) Talasemia alfa
Pada
talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan
kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya
sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang
tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai
beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts.
Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis
Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal
juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya
dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis.
Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah
kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40.
Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA
maupun HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal
juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer.
Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
Delesi pada dua rantai alfa
Juga
dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan
dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
Delesi pada satu rantai alfa
Disebut
sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan
fungsi normal.
b) Talasemia beta
Disebabkan
karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus
talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk
tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita
akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek
sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Salah satu ciri fisik dari
penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke
dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan
jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos
Mutasi talasemia dan resistensi
terhadap malaria
Walaupun
sepintas talasemia terlihat merugikan, penelitian menunjukkan kemungkinan bahwa
pembawa sifat talasemia diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi
terhadap malaria. Hal tersebut juga menjelaskan tingginya jumlah karier di
Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat talasemia dapat bertahan
hidup lebih baik di daerah
endemi malaria
seperti di Indonesia.
Uji talasemia pra-kelahiran
Wanita
hamil yang mempunyai risiko mengandung bayi talasemia dapat melakukan uji untuk
melihat apakan bayinya akan mederita talasemia atau tidak. Di Indonesia, uji
ini dapat dilakukan di Yayasan Geneka Lembaga Eijkman di Jakarta. Uji ini melihat komposisi gen-gen yang mengkode Hb.
2.4 Gejala Thalassemia
Semua
thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau
minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik.
Pada
bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan
hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua
organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu,
pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang
akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan
tungkai bawah.
Sumsum
tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.
Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Kompensasi anemia tahap
berikutnya dilaksanakan oleh hati dan limpa yang turut membantu membuat sel
darah merah. Akibatnya, pada dua organ tersebut turut terjadi pembesaran.
Gagal
jantung juga bisa disebabkan karena seringnya transfusi. Pada transfusi
berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut bisa
terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan
gagal jantung.
2.5
Mendiagnosa Thalassemia
Thalassemia
lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Gejala utama
thalassemia adalah anemia. Oleh karena itu, hitung jenis darah komplit dan
rendahnya MCV (mean corpuscular volume) dapat membantu diagnosa thalassemia.
Elektroforesa
bisa membantu, terutama untuk alfa-thalassemia (walau tidak terlalu membantu).
Karena thalassemia merupakan penyakit
keturunan, diagnosis
lain yang bermanfaat adalah berdasarkan pada pola herediter dan pemeriksaan
hemoglobin khusus.
2.6
Cara Mengobati Thalassemia
Sayangnya,
hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan pasien dengan
thalassemia. Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan
memberikan transfusi darah dan tambahan asam folat,
serta mempertahankan Hb-nya di atas 10g/dl, agar aktivitasnya normal dan dapat
melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Akan
tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan penimbunan zat besi pada
organ-organ tubuh yang penting (jantung, hati, otak) dan dapat mengganggu
fungsi organ-organ tersebut. Untuk pencegahan
penimbunan zat besi tersebut dapat digunakan dengan memberikan su(Desferal)
melalui alat pompa (syringe drive) selama 10 sampai 15 jam, 5 hari
berturut-turut dalam seminggu sehingga zat besi dapat dikeluarkan dari jaringan
tubuh. Tetapi sayangnya obat ini masih sangat mahal harganya dan tidak semua orangtua mampu
membelinya.
Penderita
yang menjalani transfusi juga harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamide) untuk mencegah penimbunan zat
besi yang lebih parah.
Pada
penderita thalassemia yang sangat berat dapat diperlukan pencangkokan sumsum
tulang. Dalam hal ini diperlukan donor yang cocok (donor biasanya saudara
kembar atau saudara kandung penderita), dan sebaiknya dilakukan sedini mungkin
sejak kecil, yakni ketika anak belum banyak mendapat transfusi darah, karena
semakin sering transfusi semakin besar kemungkinan untuk terjadinya penolakan
terhadap jaringan sumsum tulang donor. Sayangnya, di Indonesia
tindakan ini masih dalam tahap permulaan.
Bila
terjadi aktivitas limpa berlebihan, dapat dilakukan pengangkatan limpa.
Aktivitas limpa yang berlebihan dapat menghancurkan juga sel darah yang normal,
akibatnya Hb penderita cepat turun. Hal ini lebih sering terjadi pada anak yang
mendapat transfusi lebih dari satu kali dalam satu bulan.
2.7 Pencegahan Dan Pengobatan Thalassemia
Untuk
mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu
menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat
profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia
memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan
perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga
agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin
serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita
talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan
produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh.
Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi
sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Anak tersebut lahir dari embrio yang
diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta yang immunokompatibel
disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong
sukses.Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses
talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah
sekelompok gejala atau penyakit
keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah
satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sebagai bahan utama darah.
Darah manusia terdiri atas plasma dan
sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),
dan keping darah (trombosit). Seluruh sel darah
tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin
merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin
terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alfa dan 2 rantai amino beta)
yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan
timbulnya thalassemia.
3.2
Saran
· Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca
agar dapat lebih memperdalam lagi
pengetahuan tentang Hematologi pada bayi mengenai Thalassemia
·
Diharapkan
bidan serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami bagaimana
penanganan thalassemia bagi bayi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anupam
Sachdeva, M. R. Lokeshwar (2006). Hemoglobinopathies. Jaypee Brothers
Medical Publisher
Robert
S. Hillman, Kenneth A. Ault, Henry M. Rinder (2005). Hematology in clinical
practice: a guide to diagnosis and management. McGraw-Hill Professional.
0 komentar:
Posting Komentar